Di Bawah kaki Merapi, kami mandiri |
Pukul 08.00 kami
berkumpul untuk mengikuti kegiatan Eruption Tour dari Wisata CEDEP. Yang kali ini memilih Desa Ngargomulyo yang
bertempat di Magelang sebagai destinasinya. Wisata CEDEP itu merupakan akronim dari Culture Education Development Exposure Program. Salah satu bidang yang dulu saya pernah kerjakan.
Sebelum menuju Desa
ini, kami mampir terlebih dahulu ke Warung Makan Lombok Ijo yang memiliki menu
special antara lain : Beras Merah Organik, Ayam Bakar Bacem, Daun Pepaya tumis
dll.
Selesai menikmati menu
menu tersebut, perjalanan dilanjutkan menuju Museum Merapi. Dengan membayar Rp.8.000/orang,
kami sudah bisa berkeliling museum Merapi, dan melihat pertunjukan film yang
diputar di Museum ini, dengan judul “Di Bawah Kaki Merapi”. Film ini sendiri
berisi informasi mengenai ke Gunung Merapian. Mulai dari kejadian Pra, dan
Pasca erupsi Merapi dari tahun ke tahun.
Menu di Warung Makan Lombok Ijo |
Museum Merapi |
Didirikan tahun 2004,
dan sempat ditutup karena Erupsi akhirnya kembali dibuka di tahun 2011, Museum
in imemiliki segala informasi mengenai ke Gunung Merapian. Meskipun keadaan
plafon dari Museum ini banyak yang berlubang, karena dampak erupsi 2010 yang
lalu, tetap saja Museum ini ramai dikunjungi pengunjung.
Sungai Blongkeng, penyokong kehidupan warga desa |
mereka miliki.
Desa ini termasuk desa yang kecil dengan 11 dusun. Dusun tersebut adalah Sabrang, Kembang, Tanen, Batur Ngisor, Batur Nduwur, Gemer, Tangkil, Ngandong, Karanganyar, dan Bojong. Hutan ini merupakan daerah tangkapan air yang penting di Daerah Aliran Sungai (DAS) Progo, salah satunya adalah Sungai Blongkeng. Ketersediaan air yang melimpah sangat mendukung kegiatan pertanian di desa ini. Dengan jumlah penduduk sekitar 2.381 jiwa, hampir 90% nya adalah petani. Pertanian yang di kembangkan di daerah ini adalah persawahan basah dengan komoditas utama tanaman padi. Disamping menanam padi mereka juga mengembangkan tanaman tegalan dengan jenis sayuran cabe, kubis, sawi, buncis, dan lain-lain. Sebagian petani ini masih mempertahankan pola pertanian tradisional dengan sistem pertanian organik.
Tak hanya itu, desa ini pula memiliki BIOGAS, bahkan mereka mengklaim desa mereka
sebagai desa pertama di Magelang yang memiliki BIOGAS
Desa ini termasuk desa yang kecil dengan 11 dusun. Dusun tersebut adalah Sabrang, Kembang, Tanen, Batur Ngisor, Batur Nduwur, Gemer, Tangkil, Ngandong, Karanganyar, dan Bojong. Hutan ini merupakan daerah tangkapan air yang penting di Daerah Aliran Sungai (DAS) Progo, salah satunya adalah Sungai Blongkeng. Ketersediaan air yang melimpah sangat mendukung kegiatan pertanian di desa ini. Dengan jumlah penduduk sekitar 2.381 jiwa, hampir 90% nya adalah petani. Pertanian yang di kembangkan di daerah ini adalah persawahan basah dengan komoditas utama tanaman padi. Disamping menanam padi mereka juga mengembangkan tanaman tegalan dengan jenis sayuran cabe, kubis, sawi, buncis, dan lain-lain. Sebagian petani ini masih mempertahankan pola pertanian tradisional dengan sistem pertanian organik.
Biogas yang berasal dari kotoran ternak warga Dusun Gemer |
Biogas ini sendiri
dihasilkan oleh ternak mereka, yang dominan memiliki ternak sapi. Penggunaan
BIOGAS bagi kehidupan sehari hari dirasa cukup membantu warga sekitar untuk
memasak, atau aktivitas lain. Masyarakat Ngargomulyo yang sederhana juga
masih memiliki semangat gotong royong yang tinggi. Budaya
sambatan(gotong-royong) adalah salah satunya.
Ketika sebuah keluarga membangun rumah maka para tetangga secara sukarela turut membantu.
Ketika sebuah keluarga membangun rumah maka para tetangga secara sukarela turut membantu.
Ngargomulyo juga
kaya akan kesenian daerah. Kesenian yang telah mengakar antara lain
Jantilan, Reog, Karawitan, Jaelantur, Angguk, Cakar lele, kuda lumping, topeng
ireng dan lain-lain.
Kebetulan pada saat
kedatangan kami disana, disambut oleh Jathilan yang berjudul Ponorogo.
Dimainkan oleh 8 orang lelaki dewasa, yang menari diatas kuda lumping terlihat
begitu semangat, meskipun matahari
sedang terik bersinar.
Ada satu momen
unik disini.Entah darimana
asalnya, aroma kemenyan begitu kuat menusuk hidung, tak maksud mencari
darimana, kami berusaha menikmati sajian kesenian dari desa ini.
Jathilan, salah satu kesenian warisan Nusantara |
Makan siang kami pun,
menggunakan makanan khas Desa Ngargomulyo, Soto Kampung. Begitu mereka menamai
makanan tersebut. Isian soto tersebut, ada wortel kukus, telur, dan pootongan
daging ayam. Sesuai bentuknya, kuliner ini wajib dinikmati bagi para pelancong
yang datang ke desa ini.
Tak cukup hanya
disitu, malam harinya kami diajak untuk menikmati kegiatan Karawitan. Bila
ditanya, sudah sejak kapan, para pelaku kegiatan ini mengaku sudah sejak nenek
buyut, mereka diwariskan kegiatan ini. Cukup malu, bagi saya bila melihat
mereka yang sedang berlatih giat dimalam hari, sebagian besar adalah para
manula dan hebatnya mereka rela pulang larut malam demi kegiatan ini.
Gamelan yang telah dimainkan selama turun menurun |
Sambil mendengarkan
3 tembang berturut turut bahkan kami ikut belajar, lebih tepatnya mungkin
merecoki kelompok Karawitan ini. Lirik jam tangan, sudah pukul 10 malam. Kami
harus segera bergegas kembali ke penginapan masing masing dan beristirahat.
Subhanallah.. |
Dulu di lokasi ini terdapat sebuah prasasti yang ditandatangani oleh Alm. Bp. Soeharto, yang menandakan bahwa Bendungan ini telah selesai dibangun. Tetapi, sekarang prasasti ini hanya berupa batuan saja, karena tanda tangan yang asli sudah dipindahkan ke museum di Jogja.
Prasasti oh Prasasti.. |
Bagi yang suka dengan fotografi view
landscape dari sini cukup menggiurkan. Cukup menggoda
bukan?.
Selesai
mengunjungi lokasi ini, kami kembali menuju penginapan melalui jalur yang
berbeda pada saat kami datang. Jalur
kami berakhir di Sungai Blongkeng, sambil diajak memetik selada air, dan
menikmati segarnya udara serta air yang berasal dari pegunungan yang mengalir
di kaki kami.
Perjalanan pun
diakhiri sampai sini, kami kembali ke penginapan untuk selanjutnya menuju Jakarta
Sungguh suatu
liburan yang bukan hanya berwisata tapi juga mengedukasi orang lain untuk
belajar mengenai pengalaman mengatasi bencana erupsi, dan bagaimana sebuah
kelompok masyarakat bisa menginspirasi kita untuk menjadi manusia yang lebih
baik lagi. Selalu ada hikmah dibalik semua kejadian kan?
Bersama warga lokal, tempat kami menginap semalam |