If you see a footprint in the road, it means someone has been there before you, and there's something to be learned from that person's life and that person's story.

Sabtu, 13 Juli 2013

Feels like home at Hotel Maven Buncit, Jakarta



Tiga Srikandi pendiri Hotel Maven Buncit, Jakarta

Feels like home. Ya, setidaknya itulah kesan pertama saya terhadap hotel ini. Dengan konsep yang hommy, berunsur minimalis modern, dan sentuhan dekorasi kayu yang semakin memberikan kesan elegan.Maven Hotel, yang berada di Selatan Jakarta yaitu di daerah Kemang Timur V ini didirikan oleh tiga orang wanita yang pastinya memiliki pengalaman profesional di bidangnya,  dan berkolaborasi untuk membangun sebuah hotel bagi smart business traveler di Indonesia. Di Chief Operating Officer Maven Hotel & Resort yaitu Lucy Evelyn.MM,  sebagai General Manager Sales Marketing & Partnership Maven Hotel & Resort ada Lia Nadyasari, dan terakhir ada Mbak Retno DAN sebagai Business Development Manager Maven Hotel & Resorts. 
Direksi dan Staff Hotel Maven Buncit, Jakarta
Hotel berbintang tiga ini menyediakan total 45 kamar. Pada saat launching, saya mencoba untuk melihat beberapa tipe kamar yang ada di hotel ini. Ada dua tipe kamar yang diperkenalkan,  Classic Room dan Maven Suites.  Perbedaannya terdapat di ukuran kamar hotel dan kapasitas masing-masing kamar. Untuk yang berkeluarga silahkan memilih Maven Suites yang memiliki dua kamar. 


Hal yang membedakan Maven Buncit dengan hotel lain yaitu ukuran kamar yang besar yaitu dimulai dari 20 – 60m2, dilengkapi dengan King Koil Matress, 32” LED TV dengan akses TV Cable, dan fasilitas complementary Wi-Fi. 
 
Lobby Hotel Maven Buncit
Hotel ini diharapkan mampu memberikan pilihan kepada para pelanggan yang ingin mendapatkan pelayanan yang terbaik dengan harga yang terjangkau. Ibu Lucy Evelyn juga menambahkan , “Kami optimis bisa menjadi salah satu solusi kebutuhan hotel bisnis yang strategis dan ikut mendukung industri pariwisata di Jakarta”.
Classic Room
Rencananya untuk wilayah Jakarta, juga akan segera hadir Maven Cilandak. Sampai saat ini Maven Hotels & Resorts sudah menaungi beberapa hotel di Indonesia diantaranya adalah Grand Luley  Resort & Dive Bunaken – Manado, Maven MOI Suites Kelapa Gading – Jakarta, Maven Gloria Suites Grogol – Jakarta, The Sidji Hotel – Maven Pekalongan, Jawa Tengah, dan Maven MG Suites – Semarang  yang dibuka di bulan Juli 2013.
Maven Suite Room
Nilai lebih lainnya, ternyata Maven Hotel & resort sendiri merupakan manajemen perhotelan yang dikelola 100% , oleh putera dan puteri bangsa Indonesia. Bertujuan untuk menjadi lambang kesuksesan bagi Manajemen Perhotelan Indonesia yang sepenuhnya dimiliki dan dioperasikan oleh orang Indonesia dengan menyediakan kualitas layanan dan produk yang terbaik untuk memastikan kepuasan pelanggan dan mempunyai kontribusi kepada pengembangan pariwisata dan dunia bisnis di Indonesia.

Senin, 08 April 2013

Sebuah tilikan mengenai Ecotourism, Ecotour, Ekowisata



- dari berbagai sumber, 2011 -

Apa yang disebut dengan ekowisata atau sering juga ditulis atau disebut dengan ekoturisme, wisata ekologi, ecotoursism, eco-tourism, eco tourism, eco tour, eco-tour dsb?

Rumusan 'ecotourism' sebenarnya sudah ada sejak 1987 yang dikemukakan oleh Hector Ceballos-Lascurain yaitu sbb:

"Nature or ecotourism can be defined as tourism that consist in travelling to relatively undisturbed or uncontaminated natural areas with the specific objectives of studying, admiring, and enjoying the scenery and its wild plantas and animals, as well as any existing cultural manifestations (both past and present) found in the areas."
"Wisata alam atau pariwisata ekologis adalah perjalanan ketempat-tempat alami yang relatif masih belum terganggu atau terkontaminasi (tercemari) dengan tujuan untuk mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan, tumbuh-tumbuhan dan satwa liar, serta bentuk-bentuk manifestasi budaya masyarakat yang ada, baik dari masa lampau maupun masa kini."
Rumusan di atas hanyalah penggambaran tentan kegiatan wisata alam biasa. 


Rumusan ini kemudian disempurnakan oleh The International Ecotourism Society (TIES) pada awal tahun 1990 yaitu sebagai berikut:
"Ecotourism is responsible travel to natural areas which conserved the environment and improves the welfare of local people."
"Ekowisata adalah perjalanan yang bertanggung jawab ketempat-tempat yang alami dengan menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahtraan penduduk setempat”.
Definisi ini sebenarnya hampir sama dengan yang diberikan oleh Hector Ceballos-Lascurain yaitu sama-sama menggambarkan kegiatan wisata di alam terbuka, hanya saja menurut TIES dalam kegiatan ekowisata terkandung unsur-unsur kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap kelestarian lingkungan dan kesejahtraan penduduk setempat. 

Ekowisata merupakan upaya untuk memaksimalkan dan sekaligus melestarikan pontensi sumber-sumber alam dan budaya untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan yang berkesinambungan. Dengan kata lain ekowisata adalah kegiatan wisata alam plus plus. Definisi di atas telah telah diterima luas oleh para pelaku ekowisata.
Adanya unsur plus plus di atas yaitu kepudulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap kelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahtraan masyarakat setempat ditimbulkan oleh:
  1. Kekuatiran akan makin rusaknya lingkungan oleh pembangunan yang bersifat eksploatatif terhadap sumber daya alam.
  2. Asumsi bahwa pariwisata membutuhkan lingkungan yang baik dan sehat.
  3. Kelestarian lingkungan tidak mungkin dijaga tanpa partisipasi aktif masyarakat setempat.
  4. Partisipasi masyarakat lokal akan timbul jika mereka dapat memperoleh manfaat ekonomi ('economical benefit') dari lingkungan yang lestari.
  5. Kehadiran wisatawan (khususnya ekowisatawan) ke tempat-tempat yang masih alami itu memberikan peluas bagi penduduk setempat untuk mendapatkan penghasilan alternatif dengan menjadi pemandu wisata, porter, membuka homestay, pondok ekowisata (ecolodge), warung dan usaha-usaha lain yang berkaitan dengan ekowisata, sehingga dapat meningkatkan kesejahtraan mereka atau meningkatkan kualitas hidpu penduduk lokal, baik secara materiil, spirituil, kulturil maupun intelektual.
Sedangkan pengertian Ekowisata Berbasis Komunitas (community-based ecotourism) merupakan usaha ekowisata yang dimiliki, dikelola dan diawasi oleh masyarakat setempat. Masyarakat berperan aktif dalam kegiatan pengembangan ekowisata dari mulai perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi. Hasil kegiatan ekowisata sebanyak mungkin dinikmati oleh masyarakat setempat. Jadi dalam hal ini masyarakat memiliki wewenang yang memadai untuk mengendalikan kegiatan ekowisata.
Indonesia memiliki potensi sumber daya alam dan peninggalan sejarah, seni dan budaya yang sangat besar sebagai daya tarik pariwisata dunia. Ahli biokonservasi memprediksi bahwa Indonesia yang tergolong negara Megadiversity dalam hal keaneka ragaman hayati akan mampu menggeser Brasil sebagai negara tertinggi akan keaneka jenis, jika para ahli biokonservasi terus giat melakukan pengkajian ilmiah terhadap kawasan yang belum tersentuh.

Bayangkan saja bahwa Indonesia memiliki 10% jenis tumbuhan berbunga yang ada di dunia, 12% binatang menyusui, 16% reptilia and amfibia, 17% burung, 25% ikan, dan 15% serangga, walaupun luas daratan Indonesia hanya 1,32% seluruh luas daratan yang ada di dunia (BAPPENAS, 1993).

Di dunia hewan, Indonesia juga memiliki kedudukan yang istimewa di dunia. Dari 500-600 jenis mamalia besar (36% endemik), 35 jenis primata (25% endemik), 78 jenis paruh bengkok (40% endemik) dan 121 jenis kupu-kupu (44% endemik) (McNeely et.al. 1990, Supriatna 1996). Sekitar 59% dari luas daratan Indonesia merupakan hutan hujan tropis atau sekitar 10% dari luas hutan yang ada di dunia (Stone, 1994). Sekitar 100 juta hektar diantaranya diklasifikasikan sebagai hutan lindung, yang 18,7 juta hektarnya telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi.

Namun demikian sampai saat ini kita harus menanggung beban berat sebagai negara terkaya keaneka ragaman hayati di kawasan yang sangat sensitif, karena biota Indonesia tersebar di lebih dari 17,000 pulau. Oleh karena itu bukan saja jumlah populasi setiap individu tidak besar tetapi juga distribusinya sangat terbatas. Ini harus disadari oleh pemerintah, sehingga Indonesia harus merumuskan suatu kebijakan dan membuat pendekatan yang berbeda di dalam pengembangan sistem pemanfaatan keaneka ragaman hayatinya, terutama kebijakan dalam pengembangan pariwisata yang secara langsung memanfaatkan sumber daya alam sebagai aset. Pengembangan sumber daya alam yang non-ekstraktif, non-konsumtif dan berkelanjutan perlu diprioritaskan dan dalam bidang Pariwisata pengembangan seperti ekowisata harus menjadi pilihan utama.

VISI EKOWISATA INDONESIA
Melihat potensi yang dimiliki Indonesia, maka Visi Ekowisata Indonesia adalah untuk menciptakan pengembangan pariwisata melalui penyelenggaraan yang mendukung upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya), melibatkan dan menguntungkan masyarakat setempat, serta menguntungkan secara komersial. Dengan visi ini Ekowisata memberikan peluang yang sangat besar, untuk mempromosikan pelestarian keaneka-ragaman hayati Indonesia di tingkat internasional, nasional, regional maupun lokal.
Penetapan Visi Ekowisata di atas di dasarkan pada beberapa unsur utama:
  1. Ekowisata sangat tergantung pada kualitas sumber daya alam, peninggalan sejarah dan budaya.
    Kekayaan keaneka-ragaman hayati merupakan daya tarik utama bagi pangsa pasar ekowisata, sehingga kualitas, keberlanjutan dan pelestarian sumber daya alam, peninggalan sejarah dan budaya menjadi sangat penting untuk ekowisata. Pengembangan ekowisata juga memberikan peluang yang sangat besar, untuk mempromosikan pelestarian keaneka-ragaman hayati Indonesia di tingkat internasional, nasional, regional dan lokal.
  2. Pelibatan Masyarakat.
    Pada dasarnya pengetahuan tentang alam dan budaya serta kawasan daya tarik wisata, dimiliki oleh masyarakat setempat. Oleh karena itu pelibatan masyarakat menjadi mutlak, mulai dari tingkat perencanaan hingga pada tingkat pengelolaan.
  3. Ekowisata meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya.
    Ekowisata memberikan nilai tambah kepada pengunjung dan masyarakat setempat dalam bentuk pengetahuan dan pengalaman. Nilai tambah ini mempengaruhi perubahan perilaku dari pengunjung, masyarakat dan pengembang pariwisata agar sadar dan lebih menghargai alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya.
  4. Pertumbuhan pasar ekowisata di tingkat internasional dan nasional.
    Kenyataan memperlihatkan kecendrungan meningkatnya permintaan terhadap produk ekowisata baik ditingkat internasional maupun nasional. Hal ini disebabkan meningkatnya promosi yang mendorong orang untuk berprilaku positif terhadap alam dan berkeinginan untuk mengunjungi kawasan-kawasan yang masih alami agar dapat meningkatkan kesadaran, penghargaan dan kepeduliannya terhadap alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya setempat.
  5. Ekowisata sebagai sarana mewujudkan ekonomi berkelanjutan.
    Ekowisata memberikan peluang untuk mendapatkan keuntungan bagi penyelenggara, pemerintah dan masyarakat setempat, melalui kegiatan-kegiatan yang non-ekstraktif dan non-konsumtif sehingga meningkatkan perekonomian daerah setempat. Penyelenggaraan yang memperhatikan kaidah-kaidah ekowisata, mewujudkan ekonomi berkelanjutan.
TUJUAN EKOWISATA INDONESIA
Tujuan Ekowisata Indonesia adalah untuk (1) Mewujudkan penyelenggaraan wisata yang bertanggung jawab, yang mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan alam, peninggalan sejarah dan budaya; (2) Meningkatkan partisipasi masyararakat dan memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat; (3) Menjadi model bagi pengembangan pariwisata lainnya, melalui penerapan kaidah-kaidah ekowisata.

KARAKTERISTIK EKOWISATA
 
Pengertian/Definisi Ekowisata
Secara konseptul ekowisata dapat didefinisikan sebagai suatu konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat. Sementara ditinjau dari segi pengelolaanya, ekowisata dapat didifinisikan sebagai penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggung jawab di tempat-tempat alami dan atau daerah-daerah yang dibuat berdasarkan kaidah alam dan secara ekonomi berkelanjutan yang mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatnkan kesejahtraan masyarakat setempat.

Prinsip dan Kriteria Ekowisata
PRINSIP EKOWISATA
KRITERIA EKOWISATA
1. Memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan alam dan budaya, melaksanakan kaidah-kaidah usaha yang bertanggung jawab dan ekonomi  berkelanjutan.
  • Memperhatikan kualitas daya dukung lingkungan kawasan tujuan, melalui pelaksanaan sistem pemintakatan (zonasi).
  • Mengelola jumlah pengunjung, sarana dan fasilitas sesuai dengan daya dukung lingkungan daerah tujuan.
  • Meningkatkan kesadaran dan apresiasi para pelaku terhadap lingkungan alam dan budaya.
  • Memanfaatkan sumber daya lokal secara lestari dalam penyelenggaraan kegiatan ekowisata.
  • Meminimumkan dampak negatif yang ditimbulkan, dan bersifat ramah lingkungan.
  • Mengelola usaha secara sehat.
  • Menekan tingkat kebocoran pendapatan (leakage) serendah-rendahnya.
  • Meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.
2. Pengembangan harus mengikuti kaidah-kaidah ekologis dan atas dasar musyawarah dan pemufakatan masyarakat setempat.
  • Melakukan penelitian dan perencanaan terpadu dalam pengembangan ekowisata.
  • Membangun hubungan kemitraan dengan masyarakat setempat dalam proses perencanaan dan pengelolaan ekowisata.
  • Menggugah prakarsa dan aspirasi masyarakat setempat untuk pengembangan ekowisata.
  • Memberi kebebasan kepada masyarakat untuk bisa menerima atau menolak pengembangan ekowisata.
  • Menginformasikan secara jelas dan benar konsep dan tujuan pengembangan kawasan tersebut kepada masyarakat setempat.
  • Membuka kesempatan untuk melakukan dialog dengan seluruh pihak yang terlibat (multi-stakeholders) dalam proses perencanaan dan pengelolaan ekowisata.
3. Memberikan manfaat kepada masyarakat setempat.
  • Membuka kesempatan keapda masyarakat setempat untuk membuka usaha ekowisata dan menjadi pelaku-pelaku ekonomi kegiatan ekowisata baik secara aktif maupun pasif.
  • Memberdayakan masyarakat dalam upaya peningkatan usaha ekowisata untuk meningkatkan kesejahtraan penduduk setempat.
  • Meningkatkan ketrampilan masyarakat setempat dalam bidang-bidang yang berkaitan dan menunjang pengembangan ekowisata.
  • Menekan tingkat kebocoran pendapatan (leakage) serendah-rendahnya.
4. Peka dan menghormati nilai-nilai sosial budaya dan tradisi keagamaan masyarakat setempat.
  • Menetapkan kode etik ekowisata bagi wisatawan, pengelola dan pelaku usaha ekowisata.
  • Melibatkan masyarakat setempat dan pihak-pihak lainya (multi-stakeholders) dalam penyusunan kode etik wisatawan, pengelola dan pelaku usaha ekowisata.
  • Melakukan pendekatan, meminta saran-saran dan mencari masukan dari tokoh/pemuka masyarakat setempat pada tingkat paling awal sebelum memulai langkah-langkah dalam proses pengembangan ekowisata.
  • Melakukan penelitian dan pengenalan aspek-aspek sosial budaya masyarakat setempat sebagai bagian terpadu dalam proses perencanaan dan pengelolaan ekowisata.
5. Memperhatikan perjanjian, peraturan, perundang-undangan baik ditingkat nasional maupun internasional.
  • Memperhatikan dan melaksanakan secara konsisten: Dokumen-dokumen Internasional yang mengikat (Agenda 21, Habitat Agenda, Sustainable Tourism, Bali Declaration dsb.). GBHN Pariwisata Berkelanjutan, Undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku.
  • Menyusun peraturan-peraturan baru yang diperlukan dan memperbaiki dan menyempurnakan peraturan-peraturan lainnya yang telah ada sehingga secara keseluruhan membentuk sistem per-UU-an dan sistem hukum yang konsisten.
  • Memberlakukan peraturan yang berlaku dan memberikan sangsi atas pelanggarannya secara konsekuen sesuai dengan ketentuan yang berlaku (law enforcement).
  • Membentuk kerja sama dengan masyarakat setempat untuk melakukan pengawasan dan pencegahan terhadap dilanggarnya peraturan yang berlaku.

Rabu, 20 Maret 2013

1001 Cerita menuju Wakatobi

Published : More INA magazine - April 2013

KM.Lambelu

Perjalanan bukan berarti pelarian. Perjalanan adalah sebuah proses pengenalan, dan pembelajaran untuk saling mengenal dan memahami perbedaan satu sama lain. Yang penting bukan akhir dari sebuah perjalanan tapi proses menuju akhir dari sebuah perjalanan.

Perjalananku ini seperti mimpi yang terwujud di siang bolong. Sudah lama saya ingin ke Wakatobi. Tawaran mendadak H-5 untuk segera menuju Wakatobi untuk kepentingan liputan tanpa pikir dua kali langsung saya terima. Ada syaratnya ternyata, menggunakan kapal PELNI yang menempuh 3 hari perjalanan. Saya diijinkan untuk mengajak salah seorang teman untuk ikut kali ini. Baiklah, lets pack and go !


Puas melihat Sunset diatas KM.Lambelu

Fasilitas kelas 1 di KM.Lambelu

 
Tiket kapal PELNI sudah ditangan, saya dan rekan saya Riri yang ikut menemani kali ini, sibuk menerka seperti apa rasanya naik kapal PELNI. Dan ini pengalaman kali pertama kami.
KM.Lambelu, adalah nama kapal PELNI yang akan kami tumpangi, memiliki rute : Jakarta – Surabaya – Makassar – Bau Bau – Namlea – Ambon – Ternate – Bitung – Kijang. Kapal KM.Lambelu merupakan Kapal buatan Jerman tahun 1979. Dan pertama kali berlayar di tahun  1996.  Kami mendapatkan fasilitas kelas 1A, antara lain : Kamar full AC sharing 2 person, 2 Lemari, Meja kerja, TV Kabel,  Kamar Mandi dalam, Hot water, Makan selama perjalanan 3x sehari.

Pukul 18.00 WIB kami berangkat dari Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan diperkirakan sampai di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya esok sore.
Terbesit ide untuk memanfaatkan waktu transit kapal dengan berkeliling beberapa lokasi di tiap kota transit. Meski dengan resiko tertinggal kapal, kami harus coba hal baru. Setelah meminta konfirmasi mengenai pukul berapa kapal ini akan kembali berangkat, dan bertukar nomor telepon dengan bagian informasi kapal, mereka mengijinkan kami untuk turun dari kapal. Kami hanya memiliki waktu 2 jam berada di Surabaya. Apa..??!!

Beruntungnya, saya berhasil menghubungi kawan saya yang berada di Surabaya, dan kebetulan bisa menemani saya dan Riri untuk mulai berkeliling. Tapi apa ini..?. Untuk turun dari kapal saja membutuhkan waktu hampir 45 menit, dikarenakan kami juga berlomba dengan para penumpang yang berebutan menaiki kapal dengan membawa barang bawaan yang lumayan besar. Tapi harus tetap dicoba.
Kami sampai di Surabaya pukul 19.00, dan berencana ingin mencicipi salah satu kuliner khas kota Pahlawan tersebut.
Selalu ramai pembeli

Selamat makannn...

Bebek Goreng samping Tugu Pahlawan, kalau melihat antrian panjang di kedai sederhana ini, langsung terjawab bagaimana rasa dari kuliner tersebut. Ini kali pertama saya mencicipi kuliner tersebut. Daging bebeknya empuk, tidak bau, sekalipun digoreng tidak terlalu kering. Semakin nikmat dengan sambal terasi khas Surabaya, nasi putih hangat. Dan tidak boleh ketinggalan, Es Degan. Tapi, kami tidak boleh terlalu lama disini. Kami harus segera kembali ke kapal yang sudah membunyikan peluit sebanyak 2 kali, pertanda kapal akan segera mengangkat jangkarnya dan melanjutkan perjalanannya menuju Makasar. Nyaris saja.

Selesai sarapan, kami mendatangi ruangan Dek 8 tempat sang kapten Kapal bertugas. Bisa dipastikan banyak sekali alat navigasi super canggih yang berada di ruangan ini.  Sebut saja Smoke detector, yang memiliki fungsi mendeteksi asap rokok dari semua ruangan yang ada di KM.Lambelu ini. Menurut penuturan sang kapten, hampir 80% kebakaran yang terjadi dalam kapal laut, disebabkan oleh para penumpang yang melanggar ketentuan mengenai bahaya asap rokok
Smoke Detector& Water Detector
Di kapal ini satu satunya ruangan tempat diperbolehkannya merokok adalah di dek luar. Selain pendekteksi asap, juga terdapat Water Detector yang mendeteksi penggunaan air diatas kapal ini, bisa dibayangkan kalau tiba-tiba ditengah lautan seluruh penumpang kehabisan air bersih ?.
Dari atas dek ini kami bisa memandang samudera, biru seperti tiada berujung. Sesekali burung laut terlihat terbang rendah, berusaha menangkap ikan buruannya. ‘Git, kita jalan-jalan ke dek 3 yuk. Ada movie theatre disana’. Ajakan Riri, menghentikan lamunanku. Kapal ini memang dibuat senyaman mungkin bagi para penumpangnya, tak hanya movie theatre yang disediakan, tapi bagi anak-anak juga disediakan Odong odong dan Playstation. Meski terkesan sederhana, tetapi fasilitas ini cukup membuang kejenuhan selama berhari-hari berada didalam kapal. 

Dek 3 dan Dek 4 disiapkan untuk kelas 2, 3 dan Ekonomi. Di Dek ini, kita bisa melihat bagaimana sebenarnya masyarakat Indonesia. Berbeda latar belakang, berbeda suku, ras dan budaya, serta bahasa tapi bisa berdampingan dan harmonis. Yang satu berdialek Ambon, yang lain Jawa. Menyenangkan.
Menikmati sebuah perjalanan adalah proses penting mencapai sebuah kebahagiaan. 

Duduk di teras dek kapal, sambil memperhatikan orang yang lalu lalang, menikmati segelas kopi, suara ombak, dan tiupan angin laut. Pejamkan mata. Semakin lengkap oleh hadirnya senja merah yang telah kami tunggu, penanda mimpi dan harapan kami sebelumnya sudah tersampaikan kepada sang pencipta. Malam segera tiba.

Biru

Jadi teringat salah satu scene difilm favorit saya “Titanic”, saat Kate Winslet berdiri diujung kapal dan berteriak: “ I can fly”, dan Leonardo DiCaprio berada di belakangnya sambil menjawab : “ You jump, I jump”. “Git, nonton live music yuk” , ajakan Riri membuyarkan lamunan saya.
Malam ini kami memutuskan untuk menikmati live music di restoran yang terdapat di KM.Lambelu. Fasilitas ini bisa dinikmati oleh penumpang kelas satu dan dua. Suara merdu sang penyanyi mengingatkan saya kepada suara Vina Panduwinata, tetapi yang ini memiliki versi Ambon Manise. “Burung camar..tinggi melayang, bersahutan dibalik awan...”
Restoran yang ada di Dek 6, khusus untuk penumpang kelas 1 dan 2
Esok kami akan tiba di Bau-bau, kota persinggahan sebelum menuju Wakatobi. Kira-kira ada apa cerita apalagi ya ?
Tak sabar kami menunggu hingga esok tiba.

WAKATOBI, SEJUTA CERITA DI BALIK KEINDAHANNYA

Wakatobi terletak di daerah jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, dulu kepulauan ini disebut sebagai Kepulauan Tukang Besi. Diapit oleh Laut Banda, dan Laut Flores serta berada di Pusat Kawasan Segitiga Karang Dunia (Coral Triangle Center) merupakan alasan wilayah ini mempunyai potensi sumber daya keragaman hayati kelautan dan perikanan yang cukup besar. 
Wakatobi merupakan gugusan 4 pulau besar yakni Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko serta sekitar 138 pulau kecil di sekitarnya. Harus diving disini ..

Kami tiba di tepatnya di Pelabuhan Al Murhum Bau-Bau pukul 18.45, tepat sekitar 2 jam sebelum kapal kayu yang akan membawa kami ke Wangi-Wangi, ibukota dari Wakatobi berangkat. Tiket kapal seharga : Rp.153.000/orang untuk fasilitas room (kamar) yang kami sewa dari ABK, dan Rp.103.000/orang untuk yang deck. 

Esok paginya, sunrise yang kami tunggu muncul. Berbeda dengan saat kami di atas kapal PELNI, sunrise kami kali ini memiliki latar belakang Pulau Tomia, dan Binongko. Ah, inilah salah satu alasan kami menaiki kapal kayu ini. Pukul 07.00 kami tiba di Pelabuhan, dan sudah dijemput oleh pihak resort.
Hello world !
Menginap di salah satu Resort terbaik di Indonesia 

Lokasi kami menginap adalah di Patuno Resort Wakatobi, salah satu resort  terbaik yang berada di Wakatobi.

Patuno Resort sendiri berada di Desa Patuno, kelurahan Waetuno. Masyarakat di desa ini, mayoritas beragama Muslim dan bermata pencaharian selain sebagai nelayan juga berkebun. Sepanjang perjalanan, pemandangan yang tersaji adalah pasir putih, dan deretan pohon kelapa yang menjulang tinggi, dan perbukitan hijau.
Selamat datang di Patuno Resort


Deluxe room


Temapt favorit saya di Patuno Resort

Mau sunbathing ?

Ruang Restoran


Pasir putih sepanjang lokasi

Resort ini memiliki beberapa tipe kamar, salah satunya tipe Deluxe yang kami tempati. Bangunannya berbentuk rumah panggung khas Suku Bajo, berbahan dasar kayu. Memiliki dua tempat tidur, satu kamar mandi dalam, full Ac,  
Sepanjang perjalanan, guide kami bercerita mengenai beberapa lokasi wisata yang wajib dikunjungi. Siang ini, kami putuskan untuk berkeliling sekitaran Desa Patuno, dan beberapa lokasi lain. Esok hari kami baru berencana diving.

Lokasi pertama yang kami kunjungi adalah Puncak Waginopo, terletak di Desa Waginopo, kecamatan Wangi Wangi. Dari sini kita bisa menikmati pemandangan alam sekitar Wagi Wangi, dan dari jauh tampak Pulau Kapota. Lalu kami berjalan kaki menyusuri Desa Liya, tidak jauh dari lokasi pertama. Didesa ini aktivitas banyak dilakukan oleh kaum perempuan, salah satunya adalah membuat Kasuami. Kasuami adalah penganan yang terbuat dari singkong yang telah diparut, dan dibuang airnya lalu dikukus. Selain membuat penganan yang akan dinikmati bersama keluarga dan para tetangga, mereka juga menganyam kukusan yang nantinya dijual di pasar.  
Benteng Liya Togo
Melanjutkan perjalanan sampailah di sebuah lokasi benteng yang bernama Benteng Liya Togo. Benteng ini merupakan salah satu dari kompleks benteng pertahanan yang dimiliki Kesultanan Buton, salah satu kerajaan maritim di Sulawesi Tenggara yang berjaya di abad 16 – 17. Dibangun pada masa Syekh Abdul Wahid di tahun 1538, didalamnya juga terdapat Masjid Krato Liya, salah satu masjid tertua di Sulawesi.  
Telaga Gua Kontamale
Guide kami juga sempat bercerita mengenai Telaga gua yang berada di Kota Wangi Wangi. Berhenti dipinggir jalan kami berfikir mungkin kami harus trekking terlebih dahulu.
Ah, ternyata lokasinya benar benar dipinggir jalan besar. Saat kami kesini, ada beberapa ibu-ibu yang sedang mencuci pakaian di telaga tersebut.  Anak anak berlomba melompat dari atas bebatuan, ke telaga yang airnya berwarna kebiruan. Telaga Gua yang pertama kami datangi adalah Telaga Gua Te’ekosapi yang terletak di Kecamatan Wangi Wangi. Disini relatif lebih sepi dibanding lokasi yang kedua yaitu Telaga Gua Kontamale. Saya sempat melihat penyu berseliweran disini, dan Ikan Pari yang sedang bersembunyi dibalik karang.
Bajo Kids
Rumah suku Bajo
Perjalanan kami lanjutkan ke Suku Bajo di Desa Mola. Suku Bajo dikenal sebagai pelaut yang tangguh. Sebagian warga Suku Bajo di Desa Mola tidak lagi hidup di laut. Mereka sudah tinggal didalam rumah berdinding batu bata dan beratap seng. Tetapi, bila berjalan agak ke barat, kita masih bisa melihat beberapa rumah yang berdiri diatas laut. Sayang, sewaktu kami kesana keadaan laut sedang surut, jadi tidak tampak aktivitas banyak dari warga disana.
Senja
Temaram
Kami memutuskan untuk menunggu sunset di dermaga Sambo jetty, sebuah pabrik pengolahan es di Desa Wanci. Yang esok akan menjadi salah satu dive site kami. Sunset disini sangat menyenangkan untuk dilihat, sebagai seorang sunset hunter, moment ini adalah yang paling saya tunggu. Terlebih menunggu waktu untuk kami diving esok hari.

DIVING, DIVING , DIVING
Sesuai jadwal, pagi ini kami memutuskan untuk diving di sekitaran Pulau Wangi Wangi. Ada beberapa dive site disini antara lain : Karang Gurita, Tanjung Kapota, Sombu Site, dan masih banyak lagi. Kami hanya memiliki kesempatan mencoba sekitar 4 dive site. Sombu Jetty menjadi site pertama kami. Dengan tipikal bawah laut Drop Off, tenang tanpa arus memungkinkan bagi para penyelam pemula untuk mencoba site ini.

Yang pertama kami temui Pufferfish, Firefish, si lucu Clown fish, hingga Moray eel (Belut laut) kami jumpai disini. Di Site Karang Gurita, saya bertemu dengan Reef Shark, Schooling Baracuda, hingga Sea Snake pada saat saya interval untuk naik ke atas kapal. Terumbu karang yang terjaga baik, dan tersusun rapat membuat site di karang Gurita ini menjadi favorit saya. Oh iya, karena cuaca juga mendukung visibility juga sampai 20 meter. Lagi lagi pengalaman yang tak terbayarkan.
Si chubby puffer fish

Sang Ibu

Clear

cute
Bagi yang ingin mencoba discovery dive, Patuno resort juga menyediakan Instruktur bersertifikasi untuk menjadi guide selama kita menyelam.
Kami juga menyempatkan diri melihat penenun kain khas Wakatobi di sekitar resort ini. Alat tenunnya yang disebut Homuru’a menghasilkan warna dan corak yang berbeda satu sama lain.  Bila coraknya kotak kotak disebut Paleka dan biasa digunakan oleh kaum lelaki, untuk wanita bercorak garis-garis dan disebut Leja.
Kedua pakaian ini wajib digunakan pada saat kegiatan Karia atau upacara akil baligh, dan Kabuenga. Kabuenga itu adalah upacara adat kejayaan atau keberhasilan yang identik dengan muda mudi. Biasa disebut juga dengan ajang mencari jodoh bagi mereka. Sekali lagi sayang, 2 hari sebelum kami tiba di Wangi Wangi, upacara adat ini baru berlangsung.
sang penenun kain

Corak kain khas Wakatobi
 Malam sebelum esok pagi kami harus meninggalkan Wakatobi, kami disuguhi berbagai macam kuliner khas dari Wakatobi. Selain Kasuami dan Kasuami pepe’, kami juga mencicipi Kambalu, penganan yang terbuat dari talas dan santan kelapa yang dibungkus dengan daun kelapa dan dikukus. Ada juga Ayam Sira’ potongan ayam yang kuahnya seperti opor, tetapi diberi parutan kelapa muda. Yang terakhir dan menjadi favorit saya adalah Ikan Parende’, seperti sop ikan tetapi kuahnya berwarna kuning karena diberi kunyit.
Kasuami, penganan wajib bila kita bertandang ke Wakatobi

Kasuami Pepe'

Ayam Sira

Kambalu

TIPS :
-          Transportasi lain yang bisa digunakan yaitu :
  • Menggunakan pesawat : Jakarta – Kendari selama empat jam, dilanjutkan Kendari – Wakatobi menggunakan Express Air, selama 20 – 30 menit yang akan mendarat di Bandara Matohara di Wangi-Wangi. Kalau kita sudah memesan hotel di Wanci/Wangi-Wangi mereka akan menjemput kita di airport.
  • Menggunakan speed boat (Cantika Express Boat) dari Bau-Bau selama empat jam, setiap hari. Dengan harga tiket : Ekonomi Rp.155.000/org, dan VIP Rp.205.000/org
-          Pastikan saat anda membeli Tiket Pelni anda mencatat dengan baik jadwal mereka berlabuh dan sandar di kota tujuan. Lebih baik percepat 1 jam untuk keberangkatan, dan perlambat 1 jam untuk kedatangan di kota tujuan.
-          Jangan menyulitkan diri sendiri dengan membawa barang terlalu banyak dan besar besar. Kapal Pelni tidak memiliki fasilitas bagasi, kalau pun kita menggunakan porter kita harus terus berada mengawasi porter tersebut demi keamanan barang – barang kita.
-          Wajib. Bawalah makanan kecil, harga snack ataupun makanan berat di kapal berbeda sekitar 30%  daripada kita membelinya saat di toko.
-          Patuhi semua instruksi dari awak buah kapal, terutama mengenai rokok, air, dan listrik.
-          Terakhir, menaiki Kapal Pelni membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mencapai tujuan. Pastikan waktu, dan uang anda cukup selama berada di atas kapal. Kalau anda tipe yang gampang jenuh, lebih baik urungkan niat untuk bepergian menggunakan kapal laut.
-          Happy traveling !