- dari berbagai sumber, 2011 -
Apa yang disebut dengan ekowisata
atau sering juga ditulis atau disebut dengan ekoturisme, wisata ekologi,
ecotoursism, eco-tourism, eco tourism, eco tour, eco-tour dsb?
Rumusan 'ecotourism' sebenarnya
sudah ada sejak 1987 yang dikemukakan oleh Hector Ceballos-Lascurain yaitu sbb:
"Nature or
ecotourism can be defined as tourism that consist in travelling to relatively
undisturbed or uncontaminated natural areas with the specific objectives of
studying, admiring, and enjoying the scenery and its wild plantas and animals,
as well as any existing cultural manifestations (both past and present) found
in the areas."
"Wisata alam atau pariwisata
ekologis adalah perjalanan ketempat-tempat alami yang relatif masih belum
terganggu atau terkontaminasi (tercemari) dengan tujuan untuk mempelajari,
mengagumi dan menikmati pemandangan, tumbuh-tumbuhan dan satwa liar, serta
bentuk-bentuk manifestasi budaya masyarakat yang ada, baik dari masa lampau
maupun masa kini."
Rumusan di atas hanyalah
penggambaran tentan kegiatan wisata alam biasa.
Rumusan ini kemudian
disempurnakan oleh The International Ecotourism Society (TIES) pada awal tahun
1990 yaitu sebagai berikut:
"Ecotourism
is responsible travel to natural areas which conserved the environment and
improves the welfare of local people."
"Ekowisata adalah perjalanan
yang bertanggung jawab ketempat-tempat yang alami dengan menjaga kelestarian
lingkungan dan meningkatkan kesejahtraan penduduk setempat”.
Definisi ini sebenarnya hampir sama
dengan yang diberikan oleh Hector Ceballos-Lascurain yaitu sama-sama
menggambarkan kegiatan wisata di alam terbuka, hanya saja menurut TIES dalam
kegiatan ekowisata terkandung unsur-unsur kepedulian, tanggung jawab dan
komitmen terhadap kelestarian lingkungan dan kesejahtraan penduduk setempat.
Ekowisata merupakan upaya untuk memaksimalkan dan sekaligus melestarikan
pontensi sumber-sumber alam dan budaya untuk dijadikan sebagai sumber
pendapatan yang berkesinambungan. Dengan kata lain ekowisata adalah kegiatan
wisata alam plus plus. Definisi di atas telah telah diterima luas oleh para
pelaku ekowisata.
Adanya unsur plus plus di atas yaitu
kepudulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap kelestarian lingkungan dan
peningkatan kesejahtraan masyarakat setempat ditimbulkan oleh:
- Kekuatiran akan makin rusaknya
lingkungan oleh pembangunan yang bersifat eksploatatif terhadap sumber
daya alam.
- Asumsi bahwa pariwisata
membutuhkan lingkungan yang baik dan sehat.
- Kelestarian lingkungan tidak
mungkin dijaga tanpa partisipasi aktif masyarakat setempat.
- Partisipasi masyarakat lokal
akan timbul jika mereka dapat memperoleh manfaat ekonomi ('economical
benefit') dari lingkungan yang lestari.
- Kehadiran wisatawan (khususnya
ekowisatawan) ke tempat-tempat yang masih alami itu memberikan peluas bagi
penduduk setempat untuk mendapatkan penghasilan alternatif dengan menjadi
pemandu wisata, porter, membuka homestay, pondok ekowisata (ecolodge),
warung dan usaha-usaha lain yang berkaitan dengan ekowisata, sehingga
dapat meningkatkan kesejahtraan mereka atau meningkatkan kualitas hidpu
penduduk lokal, baik secara materiil, spirituil, kulturil maupun
intelektual.
Sedangkan pengertian Ekowisata
Berbasis Komunitas (community-based ecotourism) merupakan usaha
ekowisata yang dimiliki, dikelola dan diawasi oleh masyarakat setempat.
Masyarakat berperan aktif dalam kegiatan pengembangan ekowisata dari mulai
perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi. Hasil kegiatan ekowisata
sebanyak mungkin dinikmati oleh masyarakat setempat. Jadi dalam hal ini
masyarakat memiliki wewenang yang memadai untuk mengendalikan kegiatan
ekowisata.
Indonesia memiliki potensi sumber
daya alam dan peninggalan sejarah, seni dan budaya yang sangat besar sebagai
daya tarik pariwisata dunia. Ahli biokonservasi memprediksi bahwa Indonesia
yang tergolong negara Megadiversity dalam hal keaneka ragaman hayati
akan mampu menggeser Brasil sebagai negara tertinggi akan keaneka jenis, jika
para ahli biokonservasi terus giat melakukan pengkajian ilmiah terhadap kawasan
yang belum tersentuh.
Bayangkan saja bahwa Indonesia memiliki 10% jenis tumbuhan berbunga yang ada di
dunia, 12% binatang menyusui, 16% reptilia and amfibia, 17% burung, 25% ikan,
dan 15% serangga, walaupun luas daratan Indonesia hanya 1,32% seluruh luas
daratan yang ada di dunia (BAPPENAS, 1993).
Di dunia hewan, Indonesia juga
memiliki kedudukan yang istimewa di dunia. Dari 500-600 jenis mamalia besar
(36% endemik), 35 jenis primata (25% endemik), 78 jenis paruh bengkok (40%
endemik) dan 121 jenis kupu-kupu (44% endemik) (McNeely et.al. 1990, Supriatna
1996). Sekitar 59% dari luas daratan Indonesia merupakan hutan hujan tropis
atau sekitar 10% dari luas hutan yang ada di dunia (Stone, 1994). Sekitar 100
juta hektar diantaranya diklasifikasikan sebagai hutan lindung, yang 18,7 juta
hektarnya telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi.
Namun demikian sampai saat ini kita
harus menanggung beban berat sebagai negara terkaya keaneka ragaman hayati di
kawasan yang sangat sensitif, karena biota Indonesia tersebar di lebih dari
17,000 pulau. Oleh karena itu bukan saja jumlah populasi setiap individu tidak
besar tetapi juga distribusinya sangat terbatas. Ini harus disadari oleh
pemerintah, sehingga Indonesia harus merumuskan suatu kebijakan dan membuat
pendekatan yang berbeda di dalam pengembangan sistem pemanfaatan keaneka
ragaman hayatinya, terutama kebijakan dalam pengembangan pariwisata yang secara
langsung memanfaatkan sumber daya alam sebagai aset. Pengembangan sumber daya
alam yang non-ekstraktif, non-konsumtif dan berkelanjutan perlu diprioritaskan
dan dalam bidang Pariwisata pengembangan seperti ekowisata harus menjadi
pilihan utama.
VISI
EKOWISATA INDONESIA
Melihat potensi yang dimiliki Indonesia, maka Visi Ekowisata Indonesia adalah
untuk menciptakan pengembangan pariwisata melalui penyelenggaraan yang
mendukung upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya), melibatkan dan
menguntungkan masyarakat setempat, serta menguntungkan secara komersial. Dengan
visi ini Ekowisata memberikan peluang yang sangat besar, untuk mempromosikan
pelestarian keaneka-ragaman hayati Indonesia di tingkat internasional,
nasional, regional maupun lokal.
Penetapan Visi Ekowisata di atas di
dasarkan pada beberapa unsur utama:
- Ekowisata sangat tergantung
pada kualitas sumber daya alam, peninggalan sejarah dan budaya.
Kekayaan keaneka-ragaman hayati merupakan daya tarik utama bagi pangsa
pasar ekowisata, sehingga kualitas, keberlanjutan dan pelestarian sumber
daya alam, peninggalan sejarah dan budaya menjadi sangat penting untuk
ekowisata. Pengembangan ekowisata juga memberikan peluang yang sangat
besar, untuk mempromosikan pelestarian keaneka-ragaman hayati Indonesia di
tingkat internasional, nasional, regional dan lokal.
- Pelibatan Masyarakat.
Pada dasarnya pengetahuan tentang alam dan budaya serta kawasan daya tarik
wisata, dimiliki oleh masyarakat setempat. Oleh karena itu pelibatan
masyarakat menjadi mutlak, mulai dari tingkat perencanaan hingga pada
tingkat pengelolaan.
- Ekowisata meningkatkan
kesadaran dan apresiasi terhadap alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan
budaya.
Ekowisata memberikan nilai tambah kepada pengunjung dan masyarakat
setempat dalam bentuk pengetahuan dan pengalaman. Nilai tambah ini
mempengaruhi perubahan perilaku dari pengunjung, masyarakat dan pengembang
pariwisata agar sadar dan lebih menghargai alam, nilai-nilai peninggalan
sejarah dan budaya.
- Pertumbuhan pasar ekowisata di
tingkat internasional dan nasional.
Kenyataan memperlihatkan kecendrungan meningkatnya permintaan terhadap
produk ekowisata baik ditingkat internasional maupun nasional. Hal ini
disebabkan meningkatnya promosi yang mendorong orang untuk berprilaku
positif terhadap alam dan berkeinginan untuk mengunjungi kawasan-kawasan
yang masih alami agar dapat meningkatkan kesadaran, penghargaan dan
kepeduliannya terhadap alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya
setempat.
- Ekowisata sebagai sarana
mewujudkan ekonomi berkelanjutan.
Ekowisata memberikan peluang untuk mendapatkan keuntungan bagi
penyelenggara, pemerintah dan masyarakat setempat, melalui
kegiatan-kegiatan yang non-ekstraktif dan non-konsumtif sehingga
meningkatkan perekonomian daerah setempat. Penyelenggaraan yang
memperhatikan kaidah-kaidah ekowisata, mewujudkan ekonomi berkelanjutan.
TUJUAN
EKOWISATA INDONESIA
Tujuan Ekowisata Indonesia adalah untuk (1) Mewujudkan penyelenggaraan wisata
yang bertanggung jawab, yang mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan alam,
peninggalan sejarah dan budaya; (2) Meningkatkan partisipasi masyararakat dan
memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat; (3) Menjadi model bagi pengembangan
pariwisata lainnya, melalui penerapan kaidah-kaidah ekowisata.
KARAKTERISTIK
EKOWISATA
Pengertian/Definisi Ekowisata
Secara konseptul ekowisata dapat didefinisikan sebagai suatu konsep
pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung
upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi
kepada masyarakat setempat. Sementara ditinjau dari segi pengelolaanya, ekowisata
dapat didifinisikan sebagai penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggung
jawab di tempat-tempat alami dan atau daerah-daerah yang dibuat berdasarkan
kaidah alam dan secara ekonomi berkelanjutan yang mendukung upaya-upaya
pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatnkan kesejahtraan
masyarakat setempat.
Prinsip
dan Kriteria Ekowisata
PRINSIP EKOWISATA
|
KRITERIA EKOWISATA
|
1. Memiliki kepedulian, tanggung
jawab dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan alam dan budaya,
melaksanakan kaidah-kaidah usaha yang bertanggung jawab dan ekonomi berkelanjutan.
|
- Memperhatikan kualitas daya
dukung lingkungan kawasan tujuan, melalui pelaksanaan sistem
pemintakatan (zonasi).
- Mengelola jumlah pengunjung,
sarana dan fasilitas sesuai dengan daya dukung lingkungan daerah tujuan.
- Meningkatkan kesadaran dan
apresiasi para pelaku terhadap lingkungan alam dan budaya.
- Memanfaatkan sumber daya
lokal secara lestari dalam penyelenggaraan kegiatan ekowisata.
- Meminimumkan dampak negatif
yang ditimbulkan, dan bersifat ramah lingkungan.
- Mengelola usaha secara sehat.
- Menekan tingkat kebocoran
pendapatan (leakage) serendah-rendahnya.
- Meningkatkan pendapatan
masyarakat setempat.
|
2. Pengembangan harus mengikuti
kaidah-kaidah ekologis dan atas dasar musyawarah dan pemufakatan masyarakat setempat.
|
- Melakukan penelitian dan
perencanaan terpadu dalam pengembangan ekowisata.
- Membangun hubungan kemitraan
dengan masyarakat setempat dalam proses perencanaan dan pengelolaan
ekowisata.
- Menggugah prakarsa dan
aspirasi masyarakat setempat untuk pengembangan ekowisata.
- Memberi kebebasan kepada
masyarakat untuk bisa menerima atau menolak pengembangan ekowisata.
- Menginformasikan secara jelas
dan benar konsep dan tujuan pengembangan kawasan tersebut kepada
masyarakat setempat.
- Membuka kesempatan untuk
melakukan dialog dengan seluruh pihak yang terlibat (multi-stakeholders)
dalam proses perencanaan dan pengelolaan ekowisata.
|
3. Memberikan manfaat kepada
masyarakat setempat.
|
- Membuka kesempatan keapda
masyarakat setempat untuk membuka usaha ekowisata dan menjadi
pelaku-pelaku ekonomi kegiatan ekowisata baik secara aktif maupun pasif.
- Memberdayakan masyarakat
dalam upaya peningkatan usaha ekowisata untuk meningkatkan kesejahtraan
penduduk setempat.
- Meningkatkan ketrampilan
masyarakat setempat dalam bidang-bidang yang berkaitan dan menunjang
pengembangan ekowisata.
- Menekan tingkat kebocoran
pendapatan (leakage) serendah-rendahnya.
|
4. Peka dan menghormati
nilai-nilai sosial budaya dan tradisi keagamaan masyarakat setempat.
|
- Menetapkan kode etik
ekowisata bagi wisatawan, pengelola dan pelaku usaha ekowisata.
- Melibatkan masyarakat
setempat dan pihak-pihak lainya (multi-stakeholders) dalam penyusunan
kode etik wisatawan, pengelola dan pelaku usaha ekowisata.
- Melakukan pendekatan, meminta
saran-saran dan mencari masukan dari tokoh/pemuka masyarakat setempat
pada tingkat paling awal sebelum memulai langkah-langkah dalam proses
pengembangan ekowisata.
- Melakukan penelitian dan
pengenalan aspek-aspek sosial budaya masyarakat setempat sebagai bagian
terpadu dalam proses perencanaan dan pengelolaan ekowisata.
|
5. Memperhatikan perjanjian,
peraturan, perundang-undangan baik ditingkat nasional maupun internasional.
|
- Memperhatikan dan
melaksanakan secara konsisten: Dokumen-dokumen Internasional yang
mengikat (Agenda 21, Habitat Agenda, Sustainable Tourism, Bali
Declaration dsb.). GBHN Pariwisata Berkelanjutan, Undang-undang dan
peraturan-peraturan yang berlaku.
- Menyusun peraturan-peraturan
baru yang diperlukan dan memperbaiki dan menyempurnakan
peraturan-peraturan lainnya yang telah ada sehingga secara keseluruhan
membentuk sistem per-UU-an dan sistem hukum yang konsisten.
- Memberlakukan peraturan yang
berlaku dan memberikan sangsi atas pelanggarannya secara konsekuen
sesuai dengan ketentuan yang berlaku (law enforcement).
- Membentuk kerja sama dengan
masyarakat setempat untuk melakukan pengawasan dan pencegahan terhadap
dilanggarnya peraturan yang berlaku.
|