If you see a footprint in the road, it means someone has been there before you, and there's something to be learned from that person's life and that person's story.

Rabu, 20 Maret 2013

1001 Cerita menuju Wakatobi

Published : More INA magazine - April 2013

KM.Lambelu

Perjalanan bukan berarti pelarian. Perjalanan adalah sebuah proses pengenalan, dan pembelajaran untuk saling mengenal dan memahami perbedaan satu sama lain. Yang penting bukan akhir dari sebuah perjalanan tapi proses menuju akhir dari sebuah perjalanan.

Perjalananku ini seperti mimpi yang terwujud di siang bolong. Sudah lama saya ingin ke Wakatobi. Tawaran mendadak H-5 untuk segera menuju Wakatobi untuk kepentingan liputan tanpa pikir dua kali langsung saya terima. Ada syaratnya ternyata, menggunakan kapal PELNI yang menempuh 3 hari perjalanan. Saya diijinkan untuk mengajak salah seorang teman untuk ikut kali ini. Baiklah, lets pack and go !


Puas melihat Sunset diatas KM.Lambelu

Fasilitas kelas 1 di KM.Lambelu

 
Tiket kapal PELNI sudah ditangan, saya dan rekan saya Riri yang ikut menemani kali ini, sibuk menerka seperti apa rasanya naik kapal PELNI. Dan ini pengalaman kali pertama kami.
KM.Lambelu, adalah nama kapal PELNI yang akan kami tumpangi, memiliki rute : Jakarta – Surabaya – Makassar – Bau Bau – Namlea – Ambon – Ternate – Bitung – Kijang. Kapal KM.Lambelu merupakan Kapal buatan Jerman tahun 1979. Dan pertama kali berlayar di tahun  1996.  Kami mendapatkan fasilitas kelas 1A, antara lain : Kamar full AC sharing 2 person, 2 Lemari, Meja kerja, TV Kabel,  Kamar Mandi dalam, Hot water, Makan selama perjalanan 3x sehari.

Pukul 18.00 WIB kami berangkat dari Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan diperkirakan sampai di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya esok sore.
Terbesit ide untuk memanfaatkan waktu transit kapal dengan berkeliling beberapa lokasi di tiap kota transit. Meski dengan resiko tertinggal kapal, kami harus coba hal baru. Setelah meminta konfirmasi mengenai pukul berapa kapal ini akan kembali berangkat, dan bertukar nomor telepon dengan bagian informasi kapal, mereka mengijinkan kami untuk turun dari kapal. Kami hanya memiliki waktu 2 jam berada di Surabaya. Apa..??!!

Beruntungnya, saya berhasil menghubungi kawan saya yang berada di Surabaya, dan kebetulan bisa menemani saya dan Riri untuk mulai berkeliling. Tapi apa ini..?. Untuk turun dari kapal saja membutuhkan waktu hampir 45 menit, dikarenakan kami juga berlomba dengan para penumpang yang berebutan menaiki kapal dengan membawa barang bawaan yang lumayan besar. Tapi harus tetap dicoba.
Kami sampai di Surabaya pukul 19.00, dan berencana ingin mencicipi salah satu kuliner khas kota Pahlawan tersebut.
Selalu ramai pembeli

Selamat makannn...

Bebek Goreng samping Tugu Pahlawan, kalau melihat antrian panjang di kedai sederhana ini, langsung terjawab bagaimana rasa dari kuliner tersebut. Ini kali pertama saya mencicipi kuliner tersebut. Daging bebeknya empuk, tidak bau, sekalipun digoreng tidak terlalu kering. Semakin nikmat dengan sambal terasi khas Surabaya, nasi putih hangat. Dan tidak boleh ketinggalan, Es Degan. Tapi, kami tidak boleh terlalu lama disini. Kami harus segera kembali ke kapal yang sudah membunyikan peluit sebanyak 2 kali, pertanda kapal akan segera mengangkat jangkarnya dan melanjutkan perjalanannya menuju Makasar. Nyaris saja.

Selesai sarapan, kami mendatangi ruangan Dek 8 tempat sang kapten Kapal bertugas. Bisa dipastikan banyak sekali alat navigasi super canggih yang berada di ruangan ini.  Sebut saja Smoke detector, yang memiliki fungsi mendeteksi asap rokok dari semua ruangan yang ada di KM.Lambelu ini. Menurut penuturan sang kapten, hampir 80% kebakaran yang terjadi dalam kapal laut, disebabkan oleh para penumpang yang melanggar ketentuan mengenai bahaya asap rokok
Smoke Detector& Water Detector
Di kapal ini satu satunya ruangan tempat diperbolehkannya merokok adalah di dek luar. Selain pendekteksi asap, juga terdapat Water Detector yang mendeteksi penggunaan air diatas kapal ini, bisa dibayangkan kalau tiba-tiba ditengah lautan seluruh penumpang kehabisan air bersih ?.
Dari atas dek ini kami bisa memandang samudera, biru seperti tiada berujung. Sesekali burung laut terlihat terbang rendah, berusaha menangkap ikan buruannya. ‘Git, kita jalan-jalan ke dek 3 yuk. Ada movie theatre disana’. Ajakan Riri, menghentikan lamunanku. Kapal ini memang dibuat senyaman mungkin bagi para penumpangnya, tak hanya movie theatre yang disediakan, tapi bagi anak-anak juga disediakan Odong odong dan Playstation. Meski terkesan sederhana, tetapi fasilitas ini cukup membuang kejenuhan selama berhari-hari berada didalam kapal. 

Dek 3 dan Dek 4 disiapkan untuk kelas 2, 3 dan Ekonomi. Di Dek ini, kita bisa melihat bagaimana sebenarnya masyarakat Indonesia. Berbeda latar belakang, berbeda suku, ras dan budaya, serta bahasa tapi bisa berdampingan dan harmonis. Yang satu berdialek Ambon, yang lain Jawa. Menyenangkan.
Menikmati sebuah perjalanan adalah proses penting mencapai sebuah kebahagiaan. 

Duduk di teras dek kapal, sambil memperhatikan orang yang lalu lalang, menikmati segelas kopi, suara ombak, dan tiupan angin laut. Pejamkan mata. Semakin lengkap oleh hadirnya senja merah yang telah kami tunggu, penanda mimpi dan harapan kami sebelumnya sudah tersampaikan kepada sang pencipta. Malam segera tiba.

Biru

Jadi teringat salah satu scene difilm favorit saya “Titanic”, saat Kate Winslet berdiri diujung kapal dan berteriak: “ I can fly”, dan Leonardo DiCaprio berada di belakangnya sambil menjawab : “ You jump, I jump”. “Git, nonton live music yuk” , ajakan Riri membuyarkan lamunan saya.
Malam ini kami memutuskan untuk menikmati live music di restoran yang terdapat di KM.Lambelu. Fasilitas ini bisa dinikmati oleh penumpang kelas satu dan dua. Suara merdu sang penyanyi mengingatkan saya kepada suara Vina Panduwinata, tetapi yang ini memiliki versi Ambon Manise. “Burung camar..tinggi melayang, bersahutan dibalik awan...”
Restoran yang ada di Dek 6, khusus untuk penumpang kelas 1 dan 2
Esok kami akan tiba di Bau-bau, kota persinggahan sebelum menuju Wakatobi. Kira-kira ada apa cerita apalagi ya ?
Tak sabar kami menunggu hingga esok tiba.

WAKATOBI, SEJUTA CERITA DI BALIK KEINDAHANNYA

Wakatobi terletak di daerah jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, dulu kepulauan ini disebut sebagai Kepulauan Tukang Besi. Diapit oleh Laut Banda, dan Laut Flores serta berada di Pusat Kawasan Segitiga Karang Dunia (Coral Triangle Center) merupakan alasan wilayah ini mempunyai potensi sumber daya keragaman hayati kelautan dan perikanan yang cukup besar. 
Wakatobi merupakan gugusan 4 pulau besar yakni Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko serta sekitar 138 pulau kecil di sekitarnya. Harus diving disini ..

Kami tiba di tepatnya di Pelabuhan Al Murhum Bau-Bau pukul 18.45, tepat sekitar 2 jam sebelum kapal kayu yang akan membawa kami ke Wangi-Wangi, ibukota dari Wakatobi berangkat. Tiket kapal seharga : Rp.153.000/orang untuk fasilitas room (kamar) yang kami sewa dari ABK, dan Rp.103.000/orang untuk yang deck. 

Esok paginya, sunrise yang kami tunggu muncul. Berbeda dengan saat kami di atas kapal PELNI, sunrise kami kali ini memiliki latar belakang Pulau Tomia, dan Binongko. Ah, inilah salah satu alasan kami menaiki kapal kayu ini. Pukul 07.00 kami tiba di Pelabuhan, dan sudah dijemput oleh pihak resort.
Hello world !
Menginap di salah satu Resort terbaik di Indonesia 

Lokasi kami menginap adalah di Patuno Resort Wakatobi, salah satu resort  terbaik yang berada di Wakatobi.

Patuno Resort sendiri berada di Desa Patuno, kelurahan Waetuno. Masyarakat di desa ini, mayoritas beragama Muslim dan bermata pencaharian selain sebagai nelayan juga berkebun. Sepanjang perjalanan, pemandangan yang tersaji adalah pasir putih, dan deretan pohon kelapa yang menjulang tinggi, dan perbukitan hijau.
Selamat datang di Patuno Resort


Deluxe room


Temapt favorit saya di Patuno Resort

Mau sunbathing ?

Ruang Restoran


Pasir putih sepanjang lokasi

Resort ini memiliki beberapa tipe kamar, salah satunya tipe Deluxe yang kami tempati. Bangunannya berbentuk rumah panggung khas Suku Bajo, berbahan dasar kayu. Memiliki dua tempat tidur, satu kamar mandi dalam, full Ac,  
Sepanjang perjalanan, guide kami bercerita mengenai beberapa lokasi wisata yang wajib dikunjungi. Siang ini, kami putuskan untuk berkeliling sekitaran Desa Patuno, dan beberapa lokasi lain. Esok hari kami baru berencana diving.

Lokasi pertama yang kami kunjungi adalah Puncak Waginopo, terletak di Desa Waginopo, kecamatan Wangi Wangi. Dari sini kita bisa menikmati pemandangan alam sekitar Wagi Wangi, dan dari jauh tampak Pulau Kapota. Lalu kami berjalan kaki menyusuri Desa Liya, tidak jauh dari lokasi pertama. Didesa ini aktivitas banyak dilakukan oleh kaum perempuan, salah satunya adalah membuat Kasuami. Kasuami adalah penganan yang terbuat dari singkong yang telah diparut, dan dibuang airnya lalu dikukus. Selain membuat penganan yang akan dinikmati bersama keluarga dan para tetangga, mereka juga menganyam kukusan yang nantinya dijual di pasar.  
Benteng Liya Togo
Melanjutkan perjalanan sampailah di sebuah lokasi benteng yang bernama Benteng Liya Togo. Benteng ini merupakan salah satu dari kompleks benteng pertahanan yang dimiliki Kesultanan Buton, salah satu kerajaan maritim di Sulawesi Tenggara yang berjaya di abad 16 – 17. Dibangun pada masa Syekh Abdul Wahid di tahun 1538, didalamnya juga terdapat Masjid Krato Liya, salah satu masjid tertua di Sulawesi.  
Telaga Gua Kontamale
Guide kami juga sempat bercerita mengenai Telaga gua yang berada di Kota Wangi Wangi. Berhenti dipinggir jalan kami berfikir mungkin kami harus trekking terlebih dahulu.
Ah, ternyata lokasinya benar benar dipinggir jalan besar. Saat kami kesini, ada beberapa ibu-ibu yang sedang mencuci pakaian di telaga tersebut.  Anak anak berlomba melompat dari atas bebatuan, ke telaga yang airnya berwarna kebiruan. Telaga Gua yang pertama kami datangi adalah Telaga Gua Te’ekosapi yang terletak di Kecamatan Wangi Wangi. Disini relatif lebih sepi dibanding lokasi yang kedua yaitu Telaga Gua Kontamale. Saya sempat melihat penyu berseliweran disini, dan Ikan Pari yang sedang bersembunyi dibalik karang.
Bajo Kids
Rumah suku Bajo
Perjalanan kami lanjutkan ke Suku Bajo di Desa Mola. Suku Bajo dikenal sebagai pelaut yang tangguh. Sebagian warga Suku Bajo di Desa Mola tidak lagi hidup di laut. Mereka sudah tinggal didalam rumah berdinding batu bata dan beratap seng. Tetapi, bila berjalan agak ke barat, kita masih bisa melihat beberapa rumah yang berdiri diatas laut. Sayang, sewaktu kami kesana keadaan laut sedang surut, jadi tidak tampak aktivitas banyak dari warga disana.
Senja
Temaram
Kami memutuskan untuk menunggu sunset di dermaga Sambo jetty, sebuah pabrik pengolahan es di Desa Wanci. Yang esok akan menjadi salah satu dive site kami. Sunset disini sangat menyenangkan untuk dilihat, sebagai seorang sunset hunter, moment ini adalah yang paling saya tunggu. Terlebih menunggu waktu untuk kami diving esok hari.

DIVING, DIVING , DIVING
Sesuai jadwal, pagi ini kami memutuskan untuk diving di sekitaran Pulau Wangi Wangi. Ada beberapa dive site disini antara lain : Karang Gurita, Tanjung Kapota, Sombu Site, dan masih banyak lagi. Kami hanya memiliki kesempatan mencoba sekitar 4 dive site. Sombu Jetty menjadi site pertama kami. Dengan tipikal bawah laut Drop Off, tenang tanpa arus memungkinkan bagi para penyelam pemula untuk mencoba site ini.

Yang pertama kami temui Pufferfish, Firefish, si lucu Clown fish, hingga Moray eel (Belut laut) kami jumpai disini. Di Site Karang Gurita, saya bertemu dengan Reef Shark, Schooling Baracuda, hingga Sea Snake pada saat saya interval untuk naik ke atas kapal. Terumbu karang yang terjaga baik, dan tersusun rapat membuat site di karang Gurita ini menjadi favorit saya. Oh iya, karena cuaca juga mendukung visibility juga sampai 20 meter. Lagi lagi pengalaman yang tak terbayarkan.
Si chubby puffer fish

Sang Ibu

Clear

cute
Bagi yang ingin mencoba discovery dive, Patuno resort juga menyediakan Instruktur bersertifikasi untuk menjadi guide selama kita menyelam.
Kami juga menyempatkan diri melihat penenun kain khas Wakatobi di sekitar resort ini. Alat tenunnya yang disebut Homuru’a menghasilkan warna dan corak yang berbeda satu sama lain.  Bila coraknya kotak kotak disebut Paleka dan biasa digunakan oleh kaum lelaki, untuk wanita bercorak garis-garis dan disebut Leja.
Kedua pakaian ini wajib digunakan pada saat kegiatan Karia atau upacara akil baligh, dan Kabuenga. Kabuenga itu adalah upacara adat kejayaan atau keberhasilan yang identik dengan muda mudi. Biasa disebut juga dengan ajang mencari jodoh bagi mereka. Sekali lagi sayang, 2 hari sebelum kami tiba di Wangi Wangi, upacara adat ini baru berlangsung.
sang penenun kain

Corak kain khas Wakatobi
 Malam sebelum esok pagi kami harus meninggalkan Wakatobi, kami disuguhi berbagai macam kuliner khas dari Wakatobi. Selain Kasuami dan Kasuami pepe’, kami juga mencicipi Kambalu, penganan yang terbuat dari talas dan santan kelapa yang dibungkus dengan daun kelapa dan dikukus. Ada juga Ayam Sira’ potongan ayam yang kuahnya seperti opor, tetapi diberi parutan kelapa muda. Yang terakhir dan menjadi favorit saya adalah Ikan Parende’, seperti sop ikan tetapi kuahnya berwarna kuning karena diberi kunyit.
Kasuami, penganan wajib bila kita bertandang ke Wakatobi

Kasuami Pepe'

Ayam Sira

Kambalu

TIPS :
-          Transportasi lain yang bisa digunakan yaitu :
  • Menggunakan pesawat : Jakarta – Kendari selama empat jam, dilanjutkan Kendari – Wakatobi menggunakan Express Air, selama 20 – 30 menit yang akan mendarat di Bandara Matohara di Wangi-Wangi. Kalau kita sudah memesan hotel di Wanci/Wangi-Wangi mereka akan menjemput kita di airport.
  • Menggunakan speed boat (Cantika Express Boat) dari Bau-Bau selama empat jam, setiap hari. Dengan harga tiket : Ekonomi Rp.155.000/org, dan VIP Rp.205.000/org
-          Pastikan saat anda membeli Tiket Pelni anda mencatat dengan baik jadwal mereka berlabuh dan sandar di kota tujuan. Lebih baik percepat 1 jam untuk keberangkatan, dan perlambat 1 jam untuk kedatangan di kota tujuan.
-          Jangan menyulitkan diri sendiri dengan membawa barang terlalu banyak dan besar besar. Kapal Pelni tidak memiliki fasilitas bagasi, kalau pun kita menggunakan porter kita harus terus berada mengawasi porter tersebut demi keamanan barang – barang kita.
-          Wajib. Bawalah makanan kecil, harga snack ataupun makanan berat di kapal berbeda sekitar 30%  daripada kita membelinya saat di toko.
-          Patuhi semua instruksi dari awak buah kapal, terutama mengenai rokok, air, dan listrik.
-          Terakhir, menaiki Kapal Pelni membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mencapai tujuan. Pastikan waktu, dan uang anda cukup selama berada di atas kapal. Kalau anda tipe yang gampang jenuh, lebih baik urungkan niat untuk bepergian menggunakan kapal laut.
-          Happy traveling !



Pulau Harapan - berwisata bijak di Kepulauan Seribu



Pulau Harapan

Gambaran Umum Lokasi

Pulau Harapan merupakan salah satu pulau di gugus kepulauan seribu. Secara administrative Pulau Harapan berstatus kelurahan di Kecamatan Pulau Seribu Utara yang terdiri dari 3 kelurahan yaitu Kelurahan Pulau Harapan, Kelurahan Pulau Kelapa, dan Kelurahan Pulau Panggang. Letak Pulau Harapan persis bersebelahan dengan Pulau Kelapa dan terhubung oleh satu ruas jalan. Jarak tempuh dari Jakarta lebih kurang 3 jam menggunakan angkutan penyebrangan     ferry dari pelabuhan Muara Angke di Jakarta utara. Akses lain bisa menggunakan kapal sewaan dari Ancol, atau dari beberapa titik pemberangkatan di Tengerang, Banten. 
Selamat datang di Pulau Harapan
Penduduk
Jumlah penduduk Pulau Harapan mencapai 2.200 jiwa atau 770 KK. Mata pencahariaan utama penduduk adalah nelayan. Penduduk Pulau Harapan pada umumnya merupakan penghuni turun-temurun yang sudah menghuni pulau ini sejak ratusan tahun. Mereka terdiri dari beberapa etnis seperti Jawa, Sunda, Bugis, Makassar dan sejumlah etnis lainnya yang sudah berinteraksi sejak lama dan mengalami asimilasi melalui perkawinan. Bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa Indonesia dengan sedikit aksen yang khas. 
Dermaga Pulau Harapan
Pariwisata
Melihat potensi yang ada, pariwisata merupakan masa depan perekonomian Pulau Harapan. Tetapi untuk saat ini, pariwisata di Pulau Harapan belum mendapatkan perhatian serius dan belum digarap dengan baik. Hal ini terlihat dari jumlah kunjungan yang masih kalah dibandingkan dengan pulau lain di kepulauan seribu yang sudah lama dijadikan destinasi wisata seperti Pulau Pramuka dan Pulau Tidung misalnya. Padahal, potensi wisata Pulau Harapan tidak kalah menarik dan sangat potensial.

Beberapa waktu belakangan terutama sejak tahun 2005, geliat pariwisata di Pulau Harapan mulai menggembirakan. Pulau Harapan mulai dilirik terutama oleh wisatawan lokal. Ini didukung pula oleh fasilitas penunjang berupa sarana dan prasarana pariwisata yang mulai membaik. Saat ini sudah mulai hadir beberapa tempat penginapan dan home stay, beberapa warung yang menyediakan menu makanan, dan tempat penyewaan peralatan snorkling. Tersedia juga kapal kecil yang siap sedia menjelajahi pulau. Semua fasilitas ini diharapkan menjadi pendorong kemajuan pariwisata di Pulau Harapan ke depan.

Pariwisata diharapkan memberikan trickledown effect bagi perekonomian masyarakat di Pulau Harapan. Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan bisa menjadi pendorong aktifitas ekonomi yang menguntungkan masyarakat luas melalui berbagai sektor.

Masyarakat pulau bisa terlibat dalam banyak bidang usaha yang meliputi :
  • Penginapan
  • Akomodasi
  • Safety
  • Kuliner local
Point point diatas sudah dimiliki oleh Kelompok Sadar Wisata Lingkungan yang dipimpin oleh Bapak Safrudin (aka. Rambo).


kapal yang digunakan untuk berkeliling pulau pulau sekitar
Homestay yang digunakan oleh para wisatawan
Pemberdayaan
Aktifitas pemberdayaan di Pulau Harapan umumnya dilakukan oleh pemerintah daerah melalui Lembaga pemberdayaan Masyarakat (LPM) kelurahan. Program yang dijalankan antara lain berupa pemberian pinjaman dana bergulir, latihan keterampilan kerja, peningkatan penghasilan melalui keramba.
Pinjaman bergulir tanpa bunga sudah diberikan pada nelayan sejak tahun 2002. Pinjaman ini merupakan bantuan permodalan dari pemerintah. Program ini berjalan sampai tahun 2008 silam dan berhenti karena terjadi kemacetan dana bergulir.

Mangrove
Pulau Harapan menjadi salah satu wilayah konservasi Mangrove di kawasan Kepulauan Seribu. Sejak lima tahun terakhir konservasi mangrove dilakukan secara partisipatif melibatkan warga masyarakat. Saat ini hampir di setiap RT terdapat tempat pembudidayaan mangrove.



wisatawan diajak untuk ikut menanam mangroove

Kebersihan & Kompos
Penduduk Pulau Harapan relative sudah memiliki kesadaran tentang kebersihan. Hal ini terliahat dari adanya bak-bak penampungan sampah di sepanjang jalan di depan rumah warga. Dukungan pihak kelurahan dan pemerintah daerah soal kebersihan ini memang sudah berlangsung lama.
Belakangan ini terlihat bak-bak penampungan sampah tersebut terisi penuh dan belum dipindahkan. Sebagian sampah yang sudah memenuhi bak penampungan tersebut ada yang meluap dan tumpah ke jalan.
Pulau Harapan memiliki sebuah fasilias pengolahan sampah di tempat pembuangan akhir yang sebelumnya dikelola oleh pemerintah melalui dinas kebersihan provinsi. Namun sejak Pebruari 2012 lalu fasilitas ini tidak lagi dibiayai oleh pemerintah. Ini disebabkan karena Dinas Kebersihan mengalami perampingan sehingga tidak ada lagi anggaran untuk fasilitas kebersihan seperti dulu.

Entrepreneurship
Seperti telah disebutkan tadi, mayoritas penduduk Pulau Harapan hidup sebagai nelayan terutama nelayan tangkap. Ini masih merupakan pekerjaan ekstraktif yakni memanfaatkan langsung sumberdaya yang ada di alam. Belakangan ini sebagian penduduk sudah ada yang melakukan usaha perikanan budidaya menggunakan keramba. Di depan pulau terdapat keramba-keramba milik warga.
Menurut keterangan beberapa penduduk, nelayan pada umumnya belum memiliki kesadaran untuk berwirausaha di luar usaha mereka sebagai nelayan. Selain itu, kebiasaan menabung juga belum tumbuh di kalangan masyarakat nelayan. Banyak kalangan masyarakat nelayan yang merasa bahwa usaha melaut akan terus memberikan penghasilan buat mereka. Akibatnya tidak jarang mereka berprilaku boros karena beranggapan toh besok masih akan mendapat hasil tangkapan.

Bidang usaha lain yang digeluti penduduk Pulau Harapan yaitu perdagangan dan keterampilan. Saat ni sudah ada beberapa keluarga yang memiliki usaha pembuatan kerupuk ikan.keterampilan ini mereka dapatkan dari pelatihan yang pernah diselenggarakan oleh pemerintah daerah.

Tanggap Bencana
Akhir Januari 2012 lalu angin kencang menghantam sebagian besar wilayah di gugus kepulauan seribu. Wilayah yang terdampak parah antara lain adalah Pulau Harapan dan Pulau Kelapa. Di kedua pulau ini total bangunan yang rusak mencapai lebih dari 400 rumah. Angin puting beliung juga merusak beberapa bangunan sekolah, menumbangkan pohon-pohon, dan melukai puluhan orang.
Kejadian ini bukan yang pertama kali terjadi di Pulau Harapan. Kejadian serupa juga pernah terjadi beberapa tahun yang lalu namun tidak separah kejadian awal Januari 2012 lalu.
Pulau Harapan belum memiliki program terancana terkait penanggulangan bencana. Saat ini koordinasi penanggulangan bencana masih sangat tergantung dengan pusat melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta serta Palang Merah Indonesia (PMI). Posko penaggulangan bencana dibentuk sesaat terjadi bencana di bawah koordinasi kelurahan dibantu karangtaruna.
Ke depan diharapkan ada blue print penanggulangan bencana yang melibatkan masyarakat lebih luas. Pemahaman dan kepedulian warga masyarakat soal kesiapsiagaan bencana harus dibangun lebih baik lagi.
                                                                                                                           
Dendrophtya.Sp


Fire Coral
Kekayaan bahari 
Selain yang disebutkan di atas, kekayaan bahari yang terdapat di pulau ini juga tidak kalah indah dengan tempat lain. Sebut saja Soft Coral berjenis Dendrophthya sp, ada juga Fire Coral, Sea pean. Anemon anemone yang menjadi tempat bermain Clown Fish, juga banyak terdapat di pulau ini. Karang karang yang terdapat di pulau ini kebanyakan ditanam oleh para warga dari Pulau Harapan. Sayang ya dilokasi ini belum terdapat dive centre, jadi bagi para wisatawan yang berminat diving, seluruh peralatan diharapkan dibawa masing masing, atau menyewanya dari Pulau Pramuka. Jadi sekarang, bertambah lagi destinasi wisata alternative yang terdapat di Kepulauan Seribu.